Dengan model rambut yang selalu dipotong pendek, membuat Karinah (42) seperti layaknya seorang laki-laki. Bukan hanya gaya dan penampilan saja yang menyerupai laki-laki tapi juga hampir setiap pekerjaan yang biasa dilakukan oleh kaum laki-laki dapat pula dikerjakannya.
Seperti lazimnya perempuan lain di desa yang pada umumnya biasa membantu untuk mencarikan rumput untuk pakan ternak, kayu bakar dan lain sebagainya. Tetapi Karinah lebih dari itu bahkan dengan beberapa orang temannya yang tergabung dalam kelompok tani Paguyuban Gerakan Rakyat Gunung (Pager Gunung) ikut mengelola kebun sayur milik kelompok Pager gunung.
Mulai dari mencangkul dibawah teriknya matahari, bergulat dengan tanah kotor, bau pupuk kandang yang menyengat tak membuatnya minder untuk menjalani profesi sebagai petani. Walaupun biasanya wanita akan lebih memperhatikan penampilan dan menjaga kulitnya. Namun seperti sengaja Karinah membiarkan kulitnya terbakar matahari hingga hitam kecoklatan.
Kegemarannya dalam dunia pertanian membuatnya tak lagi memperhatikan penampilan, apalagi dengan usianya kecantikan sudah bukan lagi prioritas. Harapan agar adanya peningkatan dalam bidang ekonomi membuat ia harus mengenyampingkan semua yang biasa diidamkan oleh wanita.
Lahan seluas kurang lebih 700 m2, di kerjakan sendir dari mulai mencangkul, memupuk dan merawat tanaman yang ada di lahan tersebut di kerjakan sendiri. Rutinitas pekerjaan yang sudah dijalani selama kurang lebih empat tahun, lama-kelamaan beberapa orang wanita juga mengikuti jejaknya dengan mengelola lahan milik desa untuk di manfaatkan sebagai lahan kebun sayur.
Sesekali suaminya (Suparto) juga membantu apabila sedang tidak bekerja, maklum Suparto hanyalah buruh harian lepas yang bekerja apabila ada orang yang membutuhkan jasanya.
Setiap hari sehabis menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya, Karinah dengan bekal makanan dan minuman pergi ke lahan sayuran yang jaraknya hampir 1 km dari rumahnya. Wanita dengan dua orang anak ini memang merupakan wanita yang punya kemauan keras dalam usahanya membantu ekonomi keluarga.
Wanita-wanita Tani
Kemampuannya dalam bertani dengan cara pertanian organik di pelajari dari hasil beberapa kali mengikuti pelatihan. Bahkan tak tanggung-tanggung dalam belajar tentang ilmu pertanian organik sampai-sampai harus pergi ke Cianjur Jawa Barat dan dia rela untuk mengikutinya.
Dengan berbekal beberapa kali mengikuti pelatihan yang diadakan oleh HIPORMAS (Himpunan Organisasi Petani Banyumas) yang bekerja sama dengan Pager Gunung, akhirnya kini Karinah dan juga teman-teman yang lain sudah mulai beralih dari yang tadinya bertani dengan menggunakan pupuk kimia, yang ternyata justru merusak struktur tanah dan juga mengandung endapan racun bisa ditinggalkan.
Ketenangan dalam mengelola lahan juga dirasakan oleh Karinah, karena secara otomatis sudah tidak lagi dipusingkan dengan keharusan untuk membeli pupuk. Hanya cukup mengambil kotoran hewan ternak, baik kotoran ayam maupun kotoran kambing. Dalam mencukupi kebutuhan pupuk, setiap hari ia membawa sekantong kotoran yang kadang di gendong dan kadang juga di panggul diatas pundaknya.
Hasil sayuran siap dipasarkan
Dan pengalaman dan kerja kerasnya akhirnya berbuah manis,walau tanpa menggunakan pupuk kimia akan tetapi hasil tanamannya tidak kalah dengan yang dipupuk dengan pupuk kimia. Bahkan kalau boleh di bilang hasilnya akan lebih menguntungkan dengan tidak menggunakan pupuk kimia, yang jelas-jelas tidak perlu membeli.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/pinggiralas/wanita-wanita-perkasa_5520d7b38133116b7419fc07
Ini semangat asli yg sejak dulu ada di desa. Ini ciri masyarakat berdaya. Generasi sekarang yg terpengaruh sistem pendidikan kota justru banyak tercetak menjadi buruh.
Lahan2 di desa sangat bisa di manfaatkan utk keberdayaan masyarakat, pun jika hanya secuil pekarangan rumah
Sudah sulit menemukan wanita hebat seperti karinah sekarang ini, salut….
Perempuan punya kepekarsaan lebih, pengabdian ganda “bukan beban ganda” yang di emban sebagai pengemban kehidupan keluarga serta pendamping suami.
Siklus pelayanan bisa kita buktikan dengan dengan melakukan Daily Routin Activity sebagai salah satu tools PRA yang seharusnya menjadi tool yang bisa di gunakan sebagai alat pengambil keputusan pembangunan berwawasan dan berkeadilan gender.
Perempuan di desa telah menorehkan bukan sekedar karsa dan karya tetapi keyakinan dan pengakuan bahwa perempuan melahirkan phrase:
1. Ibu pertiwi
2. Bahasa Ibu
3. dll…tambahin yah
Pokoke itulah perempuan