Pakis merupakan tanaman liar yang dapat tumbuh dimanapun. Terutama pada daerah yang lembab. Banyak sekali jenis tanaman pakis, namun yang bisa dimasak atau untuk sayur ada tiga jenis yaitu pakis menir, teja dan pakis urang. Biasanya ketiga jenis tanaman pakis ini dapat dijumpai disekitar aliran sungai, atau tempat-tempat yang lembab. (lebih…)
Lesung merupakan alat untuk menumbuk padi. Terbuat dari kayu yang berukuran seperti pohon utuh. Kemudian dilubangi bagian tengahnya, persis seperti perahu. Panjangnya kurang lebih 2 – 3 meter. (lebih…)
Melung 25 April 2018,
Untuk mengembangkan perekonomian Desa Melung mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) IAIN Purwokerto Angkatan ke 41 Kelompok 35 mengadakan Pelatihan Pembuatan Kripik Bedogol Pisang. Melihat dari makanan khas di Desa Melung yaitu pembuatan kripik pisang, mahasiswa KKN membuat hal baru untuk mengadakan Pelatihan Pembuatan Kripik dari Bedogol Pisang.
Acara Pelatihan pembuatan kripik bedogol pisang ini dilaksanakan di Halaman Rumah Ketua RW 1 Desa Melung. Peserta Pelatihan ini dihadiri oleh setiap RT masing-masing 5 orang di wilayah RW 1 dan RW 2 Desa Melung. Khoerudin, S.Sos. selaku Kepala Desa Melung dalam sambutannya mendukung sekali acara pelatihan kripik bedogol pisang ini. Karena pelatihan ini masih baru, menarik dan Kepala Desa juga berharap nantinya warga dapat mengembangkan pembuatan kripik bedogol pisang ini.
Pelatihan pembuatan kripik Bedogol pisang ini mengundang narasumber yaitu Sugeng beliau adalah pengusaha kripik bedogol pisang di daerah Sumpiuh Kabupaten Banyumas. Beliau sudah 3 Tahun memproduksi kripik bedogol pisang. Awalnya mencoba-coba dan akhirnya berhasil juga menjadi kripik bedogol pisang.
Peserta pelatihan ini sangat antusias mengikuti pelatihan dengan baik dan semangat. Peserta pelatihan ini juga turut andil dalam mengiris bedogol, menaruh ke wajan dan menggoreng. Salah satu peserta pelatihan mengatakan bahwa hal yang sepele tapi banyak manfaatnya.
Hertianti Rukmana / Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Melihat anak bermain disawah merupakan sebuah pemandangan yang jarang kita lihat pada saat ini. Mereka lebih banyak menghabisakan waktu dirumah. Asik dengan telephon genggam dengan begitu banyak permainan didalamnya. Atau memilih untuk menonton televisi, ketimbang sekedar bermain dengan teman sebaya.
Kondisi seperti itu tidak hanya menimpa anak di kota, yang jauh dari kotapun dan yang lebih menyedihkan ternyata itu terjadi di desa yang jauh dari kota. Walaupun pada umumnya kehidupan antara anak dan lahan persawahan begitu dekat.
Sawah, dulu menjadi arena bermain bagi anak-anak. Sekedar menangkap belalang atau bermain lumpur. Mereka juga bisa mengejar katak, mencari ikan, berlarian dipematang sawah. Meskipun baju kemudian menjadi kotor karena berkali-kali harus terjatuh dilumpur sawah.
Mengikuti aktifitas orangtua sebagai petani. Tidak hanya bermain mereka juga bisa belajar mencintai alam dan mengenal lebih jauh tentang proses makanan yang setiap hari dimakan. Dengan belajar dan merasakan tentunya anak-anakpun bisa menghargai dan bersahat dengan alam.
Sekarang ini anak-anak berkumpul dengan kawan sebayanya hanya duduk tetapi sibuk dengan angan-angan dan khayalan masing-masing.
Berangkat dari sebuah keprihatinan kami mencoba membuat sebuah wahana untuk bermain bagi anak-anak dengan memanfaatkan lingkungan alam yang ada dengan sentuhan kreativitas kader-kader desa.
Sederhananya adalah anak-anak bisa bermain dan bergembira. Yang bahagianya itu nyata dapat dirasakan bukan sesuatu yang bersifat semu.
Kebutuhan akan konsumsi daging setiap tahun selalu meningkat. Sementara pemenuhan kebutuhan selalu negatif. Artinya jumlah permintaan lebih tinggi daripada peningkatan produksi daging (kambing, domba, sapi, kerbau) sebagai konsumsi. Dengan semakin tingginya tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan masyarakat akan berpengaruh terhadap pola konsumsi. Yaitu dari pemenuhan karbohidrat menjadi pemenuhan kebutuhan akan protein sehingga permintaan akan protein asal hewani tentu akan terus meningkat.
Daging merupakan salah satu penyumbang protein hewani, di samping susu dan telur. Produksi daging sapi dalam negeri baru memenuhi 24% dari kebutuhan daging nasional. Kebutuhan daging sapi nasional saat ini sekitar 385,03 ton/tahun, sedangkan produksi daging nasional baru sekitar 249,92 ton/tahun. Artinya, masih terjadi kekurangan pasokan daging sapi sebesar 35,1%. Hal itu yang menyebabkan pemerintah sering melakukan impor daging sapi baik dalam bentuk ternak hidup, maupun daging beku.
Berbicara persoalan daging di Desa Melung dengan rumah tangga yang berjumlah 564 rumah lebih kurang 60% memelihara ternak kambing sama dengan 338 rumah tangga dengan jumlah yang dipelihara bervariasi namun rata-rata 4 ekor jenis Jawa Randu dan Kambing Kacang setiap kandangnya bahkan ada yang lebih. Sehingga rata-rata populasi ternak kambing 1353 ekor. Apabila perbandingan ternak jantan dan betina 50 : 50 maka jumlah ternak betina 676 ekor kambing dan 70% nya adalah ternak kambing dewasa sehingga berjumlah 473 ekor. Sehingga tahun pertama akan lahir 480 ekor kambing.dan akan terus berkembang populasinya seiring dengan bertambahnya populasi induk.
Sebenarnya ternak kambing di Desa Melung sangat berpotensi untuk lebih di tingkatkan, selain perbaikan genetik, dan tatalaksana pemeliharaan yang baik. Warga Desa Melung sudah menyumbangkan kurang lebih 400 ekor kambing siap potong setiap tahunnya. Secara hitungan seharusnya setiap tahun akan terus meningkat populasi ternaknya, karena jumlah betina induk akan bertambah.
Kendala yang dihadapi petani kebanyak memiliki kemampuan dalam beternak yang sangat minim terutama dalam mengawinkan ternaknya. Kambing dengan lama kebuntingan berlangsung selama 150-152 hari atau ± 5 bulan sehingga calving interval yang ideal rata-rata 8 bulan dalam 2 tahun dapat melahirkan anak sampai 3 kali namun di peternak rata-rata mecapai 10 – 14 bulan sehingga dalam 2 tahun hanya mampu melahirkan ternak kambing 2 kali. Bagi warga kambingnya akan dikawinkan apabila  sudan ngorong-ngorong (mengeluarkan suaranya terus menerus) atau birahi puncak pada ternak kambing. Sehingga kehilangan waktu untuk bunting berikutnya dan dikawinkan kembali sampai umur cempe 4 – 5 bulan, karena kasihan cempenya tidak dapat menyusui induknya demikian dikatakan salah seorang peternak.
Menurut Wiwit (30) mengatakan lambatnya perkembangan populasi dikarenakan minimnya pengetahuan dan ketrampilan peternak, serta pemberian pakan yang cukup dengan hijauan segar, sehingga perlu adanya terobosan untuk memberi pelatihan peternak.
Lambatnya perkembangan populasi kambing dikarenakan juga konsumsi daging kambing dan domba yang kurang diminati masyarakat, karena ada yang berpendapat dapat menaikkan tensi (tekanan darah) karena darah tinggi. Kebiasaan ini terlihat saat hari Raya Kurban, banyak masyarakat memiliki daging sapi untuk dikonsumsi. Disamping itu, rendahnya diversifikasi sumber protein hewani di masyarakat juga mempengaruhi populasi hewan-hewan potensial seperti  kambing dan domba tersebut.