Melung, 19 September 2021, Wakil Bupati Banyumas mengunjungi obyek wisata Pagubugan Melung, kunjungan dalam rangka surve sektor pariwisata untuk kembali buka setelah hampir 3 bulan tutup akibat adanya pandemi Covid 19. Kunjungan di dampingi oleh Kepala Dinas Pemuda, olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyumas beserta staf lainya, selain itu juga di pandu langsung oleh Maman mewakili pengelola Pagubugan Melung.
Melung, 21 September 2021, Perangkat Desa Melung Kecamatan Kedungbanteng kembali mengikuti pelatihan website desa, setelah hampir 7 tahun vakum. Pelatihan ini dilaksanakan di Aula Desa Melung Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Banyumas, Kegiatan yang dilaksanakan selama 1 (satu) hari ini difasilitasi oleh Puskomedia Purwokerto.
Jika berjalan dari Kaliputra menuju gerumbul Depok kita akan melewati pada areal persawahan yang indah, sebelah kanan akan terlihat Gunung Cendana dan dibaliknya akan terlihat Gunung Slamet menjulang tinggi, dan apabila kita menengok kesebelah kiri akan disuguhkan keindahan lain berupa bukit atau Gunung Agaran yang merupakan sebuh bukit yang terletak di wilayah Desa Melung Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas. Lokasinya berada disebelah pemakaman umum Grumbul Depok. Walaupun hanya sebuah bukit namun masyarakat sekitar  menyebutnya dengan Gunung Agaran.
Nama “Gunung Agaran” sendiri berawal dari sebuah cerita yang berkembang dimasyarakat yang diceritakan secara turun-temurun.
Pada suatu hari ada seorang petani yang sedang bekerja dikebun (ladang). Saat itu musim kemarau sedang melanda wilayah Desa Melung. Â Cuaca yang sangat panas seperti membakar tubuh Si Petani tersebut. Keringat bercucuran membasi seluruh tubuhnya. Karena tidak tahan dengan kelelahan yang melanda, akhirnya Si Petani memutuskan untuk beristirahat sejenak.
Setelah menenggak air minum dan mengganjal perutnya dengan perbekalan seadanya. Â Seperti biasa Si Petani mengeluarkan bungkusan tembakau yang dikantonginya. Beberapa saat kemudian Si Petani nampak sibuk menggulung tembakaunya dengan daun jagung yang telah kering. Sebentar saja nampak sebatang klobot (rokok) telah bertengger disudut bibirnya.
Namun rupanya Si Petani lupa membawa korek api. Sementara hasrat untuk merokok telah memuncak sampai keubun-ubun. Untuk kembali pulang tidak mungkin karena jauh dan harus naik turun bukit. Sementara menunggu orang leat juga sangat mustahil.
Berbekal pengetahuan yang dimilikinya, kemudian Si Petani mengambil dua bilah batang bambu bermaksud untuk membuat api (ngagar). Kemudian kedua bilah bambu tersebut digesek-gesekan antara satu dengan lainya. Dengan kekuatan dan kecepatan yang stabil akhirnya setelah sekian lama dari gesekan kedua bilah bambu tersebut timbul percikan api. Karena panas pada akhirnya kedua bilah bambu tersebut terbakar yang kemudian apinya dipergunakan untuk menyulut rokok.
Terbawa rasa senang karena akhirnya dapat menikmati rokok, hingga Si Petani tanpa sadar membuang kedua bilah bambu yang masih ada apinya begitu saja. Hingga kemudian kedua bilah bambu yang apinya masih meyala membakar ladang Si Petani. Cuaca dan hembusan angin musim kemarau mempercepat kobaran api, hingga kebakaran tak bisa dikendalikan.
Kobaran api terlihat dari pemukiman masyarakat yang berada dibawah Gunung Agaran. Kobaran api yang kalau dalam bahasa jawa magar-magar. Sehingga untuk mengenang peristiwa tersebut Gunung atau Bukit tersebut diberi nama “Gunung Agaran”.
Dalam versi lain Gunung Agaran juga bisa berarti tempat membuat api “Ngagar” yang dilakukan oleh Si Petani tersebut.
Dibalik perkembangan kehidupan yang kita lihat di Ibu Kota tidak bisa kita pungkiri bahwa ternyata masih kita lihat fenomena kehidupan masyarakat yang hidup di daerah pedesaan yang masih menggantungkan hidupnya pada alam sekitarnya. Dari sana kemudian muncul suatu permasalahan, salah satunya adalah fenomena-fenome eksploitasi pada alam karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya melestarikan alam disamping menggunakannya sebagai penopang kehidupan. DIbeberapa tempat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan pihak yang ikut andil dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, disamping ada banyak juga kesadaran masyarakat desa yang tumbuh akan pentingnya kelestarian alam karena pengaruh budayanya.
Berikut ini makalah penelitian dari Taufik Nurohman Staf Pengjar Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya.
Dengan model rambut yang selalu dipotong pendek, membuat Karinah (42) seperti layaknya seorang laki-laki. Bukan hanya gaya dan penampilan saja yang menyerupai laki-laki tapi juga hampir setiap pekerjaan yang biasa dilakukan oleh kaum laki-laki dapat pula dikerjakannya. (lebih…)