Melung 17 Desember 2017, Polisi Resort (Polres) Banyumas bekerjasama dengan Wartawan melakukan bakti sosial di Desa Melung pada Sabtu (16/12). Tema yang diambil dalam bakti sosial tersebut adalah “Media Gathering & Bakti Sosial Wujudkan Sinergitas Polres Banyumas, Masyarakat dan Wartawan.
Bambang Yudhantara Salamun, S.Ik selaku Kapolres Banyumas menyampaikan “Kegiatan bakti sosial yang bekerjasama antara Polres Banyumas dengan Wartawan adalah upaya pendekatan Polisi terhadap masyarakat”. Polisi mempunyai tugas mengayomi, melindungi dan sebagai pelayan terhadap masyarakat. Disamping tugas lainnya seperti penegakan hukum dan memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat, imbuhnya.
Dalam acara bakti sosial tersebut ada pembagian 100 paket sembako (sembilan bahan pokok). Pengecatan Pos Ronda dan pembagian kelengkapan kegiatan Pos Ronda seperti Jas Hujan, Sepatu Boot, Senter Charger dan juga Helm. Disamping juga pembenahan pos ronda diwilayah RW II dengan pemberian 15 lembar papan.
Adapun lokasi bakti sosial adalah di Grumbul Depok, Desa Melung Kecamatan Kedungbanteng. Kapolres juga meninjau pos ronda yang ada diwilayah Desa Melung, bukti bahwa pos ronda digunakan dapat dilihat dari kondisi pos ronda. Seperti kebersihan pos ronda, jadwal ronda, kentongan dan juga papan informasi.
Menjadi perangkat desa, sekarang menjadi pilihan pekerjaan. Karena adanya tambahan penghasilan yang dianggap layak untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Apalagi dengan adanya peraturan yang memberikan kelonggaran terhadap warga negara bukan lagi terbatas warga desa setempat.
Berbeda dengan dahulu perangkat desa dipilih berdasarkan atas pengabdian, dan orang tersebut memang dipandang layak untuk menjadi perangkat desa atas ketokohannya.
Sehingga pengabdian perangkat desa benar-benar tulus untuk mengatur, membangun dan melaksanakan kegiatan roda pemerintahaan desa. Banyak pengorbanan yang harus dilaluinya. Hal itupun selaras dengan kondisi di masyarakat. Sehingga masyarakatpun patuh apa yang ditugaskan oleh perangkat desa pada masa itu.
Untuk mengadakan konferensi (istilah untuk rapat pertemuan) tingkat Kecamatan mereka harus berjalan kaki tidak kurang dari 8 km. Menembus jalan yang berbatu, diterik matahari serta menahan haus dan lapar, belum lagi apabila hujan datang.
Itupun masih harus juga melakukan ronda di kecamatan. Sementara masih banyak lagi seabreg tugas menjadi perangkat desa.
Penghujung karier perangkat desa yang notabene dengan pendidikan rata-rata masih lulusan Sekolah Dasar apa yang didapat sungguh tidak dalam kelayakan. Masa pensiun yang hanya mendapatkan 10% dari bengkok yang didapat selama bertugas tanpa ada tambahan lainnya selama 10 tahun. Mustahil untuk mendapatkan kelayakan hidup pada masa sekarang ini.
Usai pensiun para pejuang yang sudah sepuh ini kembali menghadapi tantang hidup. Mereka berjuang untuk diri sendiri dan keluarg. Dengan sisa tenaga yang ada mengolah lahan pertanian atau terpaksa menjadi buruh.
Geliat wisata terus berkembang. Potensi alam mulai dikembangkan untuk menarik orang berkunjung.
Untuk kawasan Baturraden kearah barat ada wisata curug gede, curug bayan, dan yang baru dibuka oleh warga Kalipagu curug Jenggala. Desa Melung juga memiliki potensi alam yang sedang dikembangkan. Belum lagi Tranggulasih yang setiap hari selalu ramai dikunjungi
Banyak potensi alam yang sedang berkembang, namun kondisi jalan belum mendukung sebagai tempat wisata. Jalan Ketenger – Peninis sebagai akses dari arah timur dan barat dalam kondisi sudah rusak.
Jalan yang dibangun pada tahun 2006 dan di tambal sulam terakhir pada tahun 2014 saat Gunung Slamet aktif. Disamping jalan sudah mulai berlubang yang cukup dalam terutama pada tanjakan tentu sangat membahayakan orang berkendaraan.
Lalu lintas kendaraan yang semakin meningkat dengan lebar yang rata-rata 3,5 meter sehingga sudah selayaknya segera diperbaiki. Disamping juga sebagian belum ada drainase, sehingga apabila hujan air akan mengalir ke jalan yang mengakibatkan cepatnya kerusakan.
Budaya adalah kebiasaan yang telah dilakukan sejak dahulu dan dilakukan secara terus menerus. Menyampaikan informasi yang terkandung didalamnya baik secara tertulis maupun lisan, merupakan hal yang paling penting. Sehingga dari generasi ke generasi akan memiliki pengetahuan dengan harapan budaya tersebut tidak akan punah.
Salah satu budaya dari Masyarakat Desa Melung yang sampai sekarang masih dilaksanakan adalah ruwat bumi. Budaya ruwat bumi ini merupakan salah satu bentuk upacara ritual tradisional untuk menyampaikan ucapan rasa syukur. Rasa syukur atas rezeki yang didapat dari pemanfaatan kekayaan alam yang ada di sekitarnya. Mengingat sebagian masyarakat Desa Melung sangat menggantungkan hidupnya pada keberlangsungan lingkungan.
Disamping rasa syukur atas keberkahan yang telah diterima, ruwat bumi juga menjadi sebuah acara untuk merenenungi atas perilaku manusia terhadap lingkungan. Yang sudah barang tentu akan disertai dengan do`a-do`a pengharapan demi terciptanya kesejahteraan umat manusia dan juga alam semesta.
Untuk mencapai tujuan tersebut, seperti pada tahun sebelumnya pada tahun inipun Masyarakat Desa Melung secara rutin mengadakan ruwat bumi. Sedangkan ruwat bumi yang akan dilaksanakan pada Hari Rabu Wage (11/10) akan mengangkat tema “Nyawiji Tumujuning Pepadhang”.
Arak-arakan hasil bumi, arak-arakan sesaji dan arak-arakan pusaka akan mengawali prosesi upacara ruwat bumi. Kemudian dilanjutkan dengan penyerahan sesaji dari kamituo desa kepada Kepala Desa. Do`a bersama menjadi bagian yang tidak terlewatkan tentunya. Kemudian setelah ruwat ada juga rebut sesaji atau ngalab berkah. Terakhir adalah pada bagian penutup akan digelar pertunjukan wayang kulit dengan Dalang Ki Guntur Riyanto dari Kota Cilacap.
Melihat anak bermain disawah merupakan sebuah pemandangan yang jarang kita lihat pada saat ini. Mereka lebih banyak menghabisakan waktu dirumah. Asik dengan telephon genggam dengan begitu banyak permainan didalamnya. Atau memilih untuk menonton televisi, ketimbang sekedar bermain dengan teman sebaya.
Kondisi seperti itu tidak hanya menimpa anak di kota, yang jauh dari kotapun dan yang lebih menyedihkan ternyata itu terjadi di desa yang jauh dari kota. Walaupun pada umumnya kehidupan antara anak dan lahan persawahan begitu dekat.
Sawah, dulu menjadi arena bermain bagi anak-anak. Sekedar menangkap belalang atau bermain lumpur. Mereka juga bisa mengejar katak, mencari ikan, berlarian dipematang sawah. Meskipun baju kemudian menjadi kotor karena berkali-kali harus terjatuh dilumpur sawah.
Mengikuti aktifitas orangtua sebagai petani. Tidak hanya bermain mereka juga bisa belajar mencintai alam dan mengenal lebih jauh tentang proses makanan yang setiap hari dimakan. Dengan belajar dan merasakan tentunya anak-anakpun bisa menghargai dan bersahat dengan alam.
Sekarang ini anak-anak berkumpul dengan kawan sebayanya hanya duduk tetapi sibuk dengan angan-angan dan khayalan masing-masing.
Berangkat dari sebuah keprihatinan kami mencoba membuat sebuah wahana untuk bermain bagi anak-anak dengan memanfaatkan lingkungan alam yang ada dengan sentuhan kreativitas kader-kader desa.
Sederhananya adalah anak-anak bisa bermain dan bergembira. Yang bahagianya itu nyata dapat dirasakan bukan sesuatu yang bersifat semu.